Ilmuwan Brazil Prof Arsyo Santos menyatakan peradaban maju yang disebut Atlantis oleh Plato adalah Indonesia. Tapi arkeolog dan geolog RI membantah klaim kontroversial itu.
Atlantis yang disebut sebagai benua yang hilang sudah berulang kali disebut lokasinya oleh para peneliti. Beberapa peneliti menyebut keberadaan mulai dari Andalusia, Laut Atlantik, Kepulauan di Yunani, Timur Tengah, Swedia, Amerika Selatan hingga ke Asia yakni Sundaland (Indonesia). Total ada 30 tempat yang di tengarai sebagai lokasi Atlantis di seluruh dunia.
Peradaban Atlantis diungkapkan oleh Plato yang dikenal sebagai pembuat berita paling terkenal dan kontroversial di dunia. Salah satunya adalah teori keberadaan Tuhan yang menimbulkan perdebatan.
Luas Atlantis digambarkan lebih besar daripada Asia ditambah dengan Libya. Tempatnya melintasi benua yang mengelilingi samudera, dan banyak terdapat pilar-pilar herkules (gunung berapi), surga beriklim tropis, daratan luas, lembah, sungai dan danau dengan binatang buas.
Prof Arsyo Santos mengungkapkan beberapa fakta fenomena alam di Indonesia yang mendukung sebagai lokasi Atlantis. Banjir yang terjadi salam satu malam, bahasa Indonesia kuno adalah Dravida, alfabet sudah dikenal dalam zaman neolitik dan wilayah nusantara sebagai bagian integral India, selain penemuan artefak dari laut dangkal di kawasan ibu pertiwi.
Namun bukti-bukti itu dibantah oleh ilmuwan Indonesia. “Banjir dalam satu malam tidak pernah mungkin terjadi, bahasa Indonesia kuno juga bukan Dravida melainkan berasal dari ras Austronesia,” papar Arkeolog Senior Indonesia Prof Harry Truman.
Ia juga menambahkan, bangsa Indonesia secara genealogis bukanlah bangsa berkulit putih, bangsa Arya-lah yang bekulit putih. Zaman neolitik di Indonesia masih hidup di gua. “Mana bukti artefak yang ditemukan di laut dangkal Indonesia ditampilkan dalam bentuk gambar,” tambah Truman.
Ia mengatakan India, Srilanka, Laut China Selatan dan Indonesia Timur bukanlah bagian dari Sundaland. Menurut analisis kenaikan air laut tertinggi selama rentang waktu sejarah manusia adalah pada saat 14.600 hingga 14.300 tahun lalu hanya naik setinggi 16 meter.
“Santos tidak memasukkkan studi detail masalah late glacial dan postglacial kenaikan permukaan ait laut yang naik antara 11.600 hingga 16.000 tahun lalu,” tambah Harry.
Sedangkan ahli geologi senior Dr Awang Harun Satyana juga memberikan bantahan serupa. “Tesis Prof Santos tidak memiliki bukti geologis, Sundaland adalah paparan benua stabil yang tenggelam karena perubahan iklim bukanlah bencana, tidak ada letusan super volcano pada 11.600 tahun lalu (9600 BC), gempa, erupsi vulkanik dan tsunami tidak pernah disebabkan beban sedimen di dasar lautan melainkan dari pertemuan lempeng tektonik,” katanya.
Ia juga menolak argumentasi letusan krakatau yang menyebabkan kehancuran Atlantis. Karena berdasarkan perhitungan sejarah letusan krakatau hanya terjadi pada 416 masehi, 1680 masehi, 1883 masehi dan 1927 masehi.
Sementara ledakan super volcano yang juga ditengarai tidak mungkin menyebabkan mencairnya es melainkan lebih mungkin menyebabkan musim dingin karena abu vulkanik yang menutupi sinar matahari.
Apakah akan ada peneliti Indonesia lain yang tertantang untuk membuktikan keberadaan Atlantis di Indonesia dengan bukti yang faktual dan valid? Kita tunggu saja.