"Saya tidak terlatih menggunakan apa yang anda sebut sebagai jilbab, anda tinggal memasukannya ke kepala anda. Tetapi saya menemukan bahwa jangkauannya sangat luas. "
Itu yang dikatakan Jess Rhodes, 21 tahun, seorang mahasiswi dari Norwich Inggris. Dia sangat ingin mencoba penutup kepala, tetapi sebagai seorang non Muslim dia tak pernah berpikir bahwa itu merupakan sebuah pilihan.
Jadi ketika temannya memberikan peluang untuk memakai jilbab, dia menyanggupinya. "Dia meyakinkan saya bahwa saya tidak perlu menjadi Muslim, ini hanya soal kesopanan, meskipun dikaitkan dengan Islam, jaid saya pikir, mengapa tidak?"
Rhodes merupakan salah satu dari ratusan non Muslim yang akan menggunakan jilbab dalam peringatan pertama Hari Hijab Sedunia pada 1 Februari.
Jejaring sosial
Peringatan yang diorganisir oleh seorang perempuan asal New York, Nazma Khan, dan disebarkan melalui situs jejaring sosial ini telah menarik perhatian Muslim dan non Muslim di lebih dari 50 negara di seluruh dunia.
Bagi banyak orang, hijab merupakan simbol penindasan dan perbedaan. Dan menjadi perdebatan mengenai Islam di negara-negara Barat.
Hari Hijab Sedunia dirancang untuk meredakan kontroversi itu. Dan mendorong perempuan non Muslim (atau perempuan Muslim yang tidak menggunakannya) untuk menggunakan dan mengalami seperti apa menggunakan jilbab, sebagai bagian dari upaya untuk saling memahami.
"Tumbuh di Bronx, di NYC, saya mengalami diskriminasi yang besar karena hijab saya," kata penyelenggara Khan, yang pindah ke New York dari Bangladesh pada usia 11 tahun. Dia merupakan satu satunya Hijabi (istilah untuk pemakai jilbab) di sekolahnya.
"Di sekolah menengah saya merupakan 'Batman' atau 'ninja,'" kata dia. "Ketika saya kuliah tak lama setelah peristiwa 9/11, jadi mereka memanggil saya Osama Bin Laden atau teroris. Itu sangat mengerikan. Saya berpikir satu-satunya cara untuk mengakhiri diskriminasi adalah jika kita meminta rekan kita untuk merasakan sendiri pengalaman berhijab."
Khan tidak menyangka akan mendapatkan dukungan dari seluruh dunia. Dia mengatakan telah dihubungi oleh puluhan orang dari berbagai negara, termasuk Inggris, Australia, India, Pakistan, Perancis dan Jerman. Informasi mengenai kelompok ini telah diterjemahkan kedalam 22 bahasa.
Melalui jejaring sosial ini, Jess Rhodes terlibat. Rekannya Widyan Al Ubudy tinggal di Australia dan meminta teman Facebooknya untuk ikut terlibat.
Reaksi
"Orangtua saya, reaksi alaminya adalah mempertanyakan apakah ini merupakan ide yang baik," kata Rhodes, yang memutuskan untuk menggunakan jilbab selama satu bulan. Mereka khawatir saya akan diserang di jalanan karena adanya kesenjangan toleransi."
Rhodes juga khawatir dengan reaksi ini, tetapi setelah delapan hari menggunakan jilbab dia terkejut dengan situasi positif yang dialaminya. "Saya tidak dapat menjelaskan tetapi orang-orang sangat membantu, terutama di toko-toko," kata dia.
Esther Dale, 28 tahun, yang tinggal di negara bagian California AS, merupakan seorang perempuan non MUslim lain yang mencoba menggunakan jilbab pada hari ini.
Ibu dari tiga anak ini diberitahu oleh seorang temannya yang merupakan seorang 'hijabi'.
Sebagai penganut Mormon, Dale paham pentingnya keyakinan dalam kehidupan sehari-hari, dan tuduhan yang didapat karena pakaian yang dikenakan. Dia mengetahui stigma terhadap penutup kepala dan berharap kesempatan ini dapat digunakan untuk menghapusnya.
"Saya mengetahui mengenai kesantunan dalam perilaku, tidak hanya pakaian dan ini hanya merupakan asumsi yang salah bahwa perempuan menggunakannya jika mereka dipaksa - terutama di AS," kata dia. "Ini merupakan kesempatan yang baik untuk mendidik orang bahwa anda tidak dapat memberikan tuduhan yang akurat mengenai seseorang berdasarkan apa yang mereka kenakan," kata Dale.
[sumber: kompas.com]