Dilansir dari Art Daily, Rabu (21/11/2012), bukti tersebut mengindikasikan bahwa tempat itu masih dihuni suku Maya sampai abad ke-13. Rentang waktu tersebut lebih lama jika dibandingkan dengan teori keruntuhan suku Maya yang meyakini bahwa metropolis di sana ditinggalkan sama sekali pada abad ke-11.
Penemuan ini dicapai beberapa bulan lalu, setelah para ahli membuka kembali investigasi Enrique Nalda (1936 - 2010) terhadap metropolis suku Maya. Pada penjelajahan terakhirnya, Nalda menemukan sisa manusia dan beberapa benda yang digunakan untuk persembahan.
Arkeolog Sandra Balazario, bertanggung jawab atas proyek investigasi di Dzibanche, melaporkan penemuan itu sebagai indikator bahwa kota tersebut tetap dihuni sampai periode Pasca Klasik Akhir (1200 - 1550 masehi). "Ini relevan karena investigasi kami sebelumya menunjuk ke sebuah pemukiman di periode Klasik Akhir (800 - 1000 masehi).
Di antara objek yang ditemukan terdapat sebuah kuali tanah liat dari masa Klasik Akhir. Kuali tanah liat tersebut telah rusak saat ritual masa pra hispanik dan disimpan sebagai persembahan. Dekorasi pada kuali tanah liat itu menampilkan salah satu dari Testigo Cielo bersaudara, salah satu pemimpin terpenting dari dinasti Kaan.
Kuali tanah liat tersebut beserta ikonografi mural dan dekorasi semen yang ditemukan berhubungan dengan dinasti Kaan, mengindikasikan kelanjutan keturunan di metropolis suku Maya itu.
"Ini relevan karena sebelumnya informasi yang kami miliki adalah dinasti Kaan menghuni Dzibanche di periode Klasik. Lalu pada periode Klasik AKhir, mereka bermigrasi ke Calakmulk. Namun, setelah penemuan ini, kami mengetahui bahwa ada keluarga Kaan yang berlanjut menetap di Dzibanche untuk mengendalikan kota itu," terang Balanzario.
[sumber]