Home » » Fiksi : Mimpi Buruk

Fiksi : Mimpi Buruk

Kilatan terang di kamar membangunkan Danang dari tidur malam yang nyenyak. Danang bisa merasakan aroma pagi yang segar. Semua itu melecut semangatnya untuk kembali berangkat bekerja. Ketika betul-betul sadar dari tidur, Danang kembali meresapi rasa puas yang menghangat di dadanya. Rumah yang dibangunnya begitu indah. Ia telah berhasil membangun kehidupan terbaik bagi istri dan anak-anaknya. Dua anak perempuannya, Shiva dan Eyi, tumbuh menjadi anak-anak yang cantik. Persis seperti anak-anak dalam iklan susu…ciri-ciri anak-anak bergizi baik. Rambut keduanya hitam dan berkilau, kulit mereka bersih dan pipi mereka kemerahan. Anak-anaknya telah menerima segala fasilitas terbaik dari kerja kerasnya. 

Shiva dan Eyi tinggal di rumah yang rapi dan bersih, bahkan debu pun sulit ditemukan. Ada dua baby sitter dan satu pembantu yang menjaganya, apalagi Mamanya juga tidak bekerja, jadi keduanya benar-benar mendapat limpahan kasih sayang yang sempurna. Makanan merekapun tak main-main, Danang selalu memilihkan makanan organik yang bebas pestisida. Susu yang diminum Shiva dan Eyi juga harus susu segar yang diimport agar terjamin kualitasnya. Danang juga tak lupa membiasakan Shiva dan Eyi makan ikan segar, terutama ikan salmon, karena ikan ini konon sangat baik untuk perkembangan otak.

Danang memasangkan tali sepatunya dengan dada segar. Ia akan berangkat ke kantor lagi dan berjuang lagi untuk keluarga sempurnanya. Bagi Danang, keluarga adalah segalanya. Apapun akan dilakukan Danang untuk kebahagiaan keluarganya. Hal-hal di luar itu tak pernah dipedulikannya. Hh…
**

Shiva tertawa cekakakan setelah menjahili baby sitter-nya. Tawanya bergema, membuat burung-burung kecil di pepohonan terkaget-kaget dan segera beterbangan dengan suara ribut. Si baby sitter memasang wajah cemberut karena dijahili.

Pagi ini, Shiva yang duduk di kelas III SD akan berangkat ke sekolah dengan supir dan baby sitter-nya. Sementara Eyi yang masih TK baru akan berangkat sekolah jam delapan nanti. Sekolah Eyi dekat sementara sekolah Shiva agak jauh dari rumah. Papa memilihkan sekolah itu karena sekolah Shiva adalah sekolah internasional yang hampir semua pengajarnya bule dan bahasa pengantarnya bahasa Inggris. Shiva harus menempuh waktu 1,5 jam untuk sampai ke sekolahnya.

Banyak hal yang dilihatnya selama perjalanan. Namun baru hari-hari terakhir ini, pemandangan itu sungguh diperhatikannya. Entah mengapa, Shiva merasakan perasaan tak nyaman di hatinya. Ia berusaha menghalau perasaan itu, namun perasaan itu begitu sulit dilenyapkan dari hatinya. Dalam perjalanan menuju ke sekolahnya, Shiva selalu melewati sebuah persimpangan jalan. Di persimpangan jalan itulah Shiva melihat anak-anak seusianya mengemis.

Anak-anak itu sungguh tak bisa dibandingkan dengan dirinya dan teman-teman sekolahnya. Anak-anak itu dekil, kerempeng dan berambut kemerahan. Anak-anak itu berkulit hitam dan berbau tak sedap. Mungkin karena mereka jarang mandi atau karena ada borok di lengan atau kaki mereka yang bernanah. Pada saat itu, terbersit berbagai pertanyaan di benak Shiva. Mengapa anak-anak itu hidup dengan cara seperti itu? Di mana orang tua mereka? Apakah mereka bersekolah? Apakah mereka makan dengan baik seperti dirinya?

Beberapa kali Shiva mencoba menanyakan hal ini kepada Papa, namun Papa tidak pernah serius menanggapinya. Papa bahkan terlihat enggan mendengar pertanyaan-pertanyaannya, padahal biasanya Papa sangat antusias mengajaknya berdiskusi. Di rumah, Shiva mendapati semuanya begitu sempurna. Tawa gembira selalu ingin ia perdengarkan di sana. Di sekolah, Shiva juga melihat teman-teman yang cemerlang. Namun ketika berpaling kepada anak-anak yang sedang mengemis di lampu merah itu, seketika senyum di wajahnya lenyap. Rasanya tak pantas terlalu bergembira di hadapan mereka. Itu sama saja mentertawakan kemuraman di wajah mereka.

Pikiran-pikiran tentang anak-anak pengemis itu sering membuat Shiva melamun. Shiva ingin menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di hatinya. Mengapa anak-anak itu bisa terlempar ke jalanan dan menjadi pengemis? Belum lama ini Shiva menonton acara berita TV yang membuatnya bertambah bingung. Ada gambar orang-orang berdasi yang katanya korupsi, ada gambar-gambar orang miskin yang menjadi akibatnya. Ada gambar anak-anak yang tinggal di kolong jembatan, di perempatan jalan, anak-anak busung lapar. Jika demikian halnya, anak-anak itu mengemis di lampu merah karena banyak pejabat yang korupsi? Oh…. Pikiran Shiva semakin mumet. Mengapa korupsi bisa menyebabkan anak-anak itu menderita? Seperti apa sebenarnya yang dimaksud korupsi? Betapa Shiva ingin mendapat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini. Namun siapa yang dapat memberitahunya?
**

Dinar percaya hidup tak seharusnya dijalani dengan ngotot. Kalau iya, dipastikan pertumpahan darah akan terjadi tiada hentinya. Karena itulah ia percaya, hidupnya yang sekarang adalah yang terbaik untuknya. Hidup yang tenang tanpa riak yang sekarang dijalaninya, sesungguhnya melenceng jauh dari hidupnya sebelum menikah. Dinar adalah seorang aktivis LSM yang sangat artikulatif dalam menyampaikan pendapat-pendapatnya. Pertemuan dengan Danang mengubah semuanya. Kehidupan Danang yang mapan membuat Dinar terkesima. Belum pernah ia merasakan kehidupan yang demikian manis sepanjang hidupnya.

Dinar dilahirkan dalam keluarga yang membuatnya harus memeras keringat untuk mendapatkan sepiring makanan enak. Dan ia merasa lelah di umurnya yang menjelang kepala tiga. Pada saat itulah ia memutuskan untuk lebih realistis. Karena itulah ia sangat tunduk kepada Danang, pun ketika Danang memintanya berhenti bekerja demi anak-anak mereka, Dinar hanya bisa mengangguk pasrah.

Dan saat ini, Dinar makin yakin, keputusannya untuk menikah dengan Danang adalah keputusan yang tepat. Lihatlah keluarga sempurna yang dimilikinya. Shiva dan Eyi tumbuh menjadi anak-anak yang sangat menawan. Tidak henti-hentinya Dinar mengagumi kedua buah hatinya itu. Merekalah pelipur lara hatinya menghadapi kehidupan berumah tangga yang beritme amat lamban. Semua ini adalah buah dari dari ketelatenan Danang memilihkan segala fasilitas terbaik untuk mereka. Bagaimana mungkin Dinar menyesali semua itu?

Danang adalah laki-laki cerdas, yang selalu menyelesaikan pekerjaannya dengan rapi. Lihatlah wajah segarnya setiap kali bangun pagi dan siulan kecilnya saat melangkah menuju mobil. Tidak ada beban yang menggandoli hidupnya, apalagi hidup anak-istrinya. Dinar yakin semua akan berjalan sempurna hingga akhir hayatnya. Dinar sering menghirup nafas dalam-dalam untuk merasakan ekstase atas segala kenyamanan hidupnya, walaupun kadang-kadang butir-butir debu dari nafas itu menerbitkan aroma pahit. Sempat terpikir di benaknya untuk ke luar dari kehidupan nyamannya demi terpengaruh pada aroma-aroma pahit itu. Namun Dinar tidak sanggup. Dinar merasa tidak sanggup lagi hidup tanpa segala kenyamanan yang selama ini ia rasakan. Seluruh urat syarafnya telah mencandu. Jadi Dinar tidak punya pilihan lain selain meneruskannya dengan menutup separuh penglihatannya, dan berharap semuanya akan baik-baik saja. Toh ia masih memiliki Shiva dan Eyi, permata hatinya.
**

Waktu selalu menjadi misteri yang membuat siapapun terkesima. Dalam hitungan waktu yang tak terduga apapun bisa terjadi. Kau akan kaget bila sekarang melihat mozaik-mozaik gambar di rumah Danang. Tawa cekakak Shiva dan Eyi yang setiap hari membuat burung-burung beterbangan ribut, entah kenapa tiba-tiba bersembunyi di tenggorokan mereka. Dinar dengan senyum yang dipaksakan berusaha mengembalikan kegembiraan mereka. Ia merasa bertanggung jawab telah memilihkan kehidupan yang salah kepada mereka. Dinar mengutuk keserakahannya, yang membuat ia begitu terbuai pada kemewahan.

Namun mimpi apakah yang dapat dimiliki oleh orang-orang yang bertahun-tahun hidup susah seperti dirinya? Dinar begitu lelah menjadi orang susah sehingga sekali waktu ia ingin terbangun di rumah yang megah. Dan ternyata kecerobohan itu kini menjadi mimpi buruk bagi dirinya dan dua permata hatinya, Shiva dan Eyi. Seluruh jaringan tubuhnya terasa menghitam terbakar luka. Beginikah rasanya disakiti? Apakah iapun telah menyebabkan rasa perih yang sama pada banyak orang?

Air mata Dinar meleleh tengah malam itu. Sebuah nyala memanas di dadanya. Mulai detik ini, ia berjanji akan membangun segalanya dengan bersih, yang diperoleh dari tetesan keringatnya. Dinar yakin ia mampu melakukannya. Dengan begitu Shiva dan Eyi dapat selalu terbangun dengan lega sepanjang hidupnya tanpa diusik rasa bersalah.

Warta Post, 2008
….Seorang pejabat departemen berinisial D diadili dengan dakwaan korupsi dan kolusi dengan perusahaan pelaksana pembangunan jalan raya. Dalam berita acara pemeriksaan terungkap bahwa D telah berkali-kali menyerahkan tender pembangunan jalan kepada perusahaan-perusahaan yang tidak kredibel. Banyak dari perusahaan itu mempunyai sejarah gagal menyelesaikan proyek atau curang menggunakan bahan baku yang tidak layak. Akibatnya, banyak pembangunan jalan yang mangkrak, cepat rusak, bahkan di beberapa daerah terpencil pembangunan jalan tidak dilakukan sama sekali. Perbuatan D ini diperkirakan telah merugikan negara lebih dari 1 trilyun rupiah, korban jiwa akibat kecelakaan dan keterbelakangan yang tak kunjung teratasi di daerah-daerah terpencil…

[http://www.iyaa.com/hiburan/seni/fiksi/1380468_1273.html]



 
Support :Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. HLOWBOS - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger