Salah satu dari 9 pasang fosil kura-kura Allaeochelys crassesculpta yang ditemukan dalam posisi kawin. Individu jantan adalah yang ada di sebelah kanan, berukuran 20 persen lebih kecil dari betinanya.
Palaentolog asal Jerman berhasil menemukan fosil dari 9 pasang kura-kura yang mati kala melakukan perkawinan atau senggama puluhan juta tahun lalu.
Ilmuwan mengungkapkan, fosil ini menjadi fosil vertebrata (hewan bertulang belakang) pertama yang ditemukan dalam posisi tengah melakukan hubungan seksual.
"Banyak hewan lahir dan mati setiap tahunnya dan banyak yang kemudian terabadikan menjadi fosil karena kondisi tertentu, tapi tak ada alasan untuk menjadi fosil saat Anda melakukan perkawinan," ungkap Walter Joyce, palaentolog yang terlibat penelitian ini.
"Peluang pasangan mati secara bersamaan sangat klecil dan peluang bagi keduanya untuk sama-sama terabadikan menjadi fosil lebih kecil lagi," tambah Joyce seperti dikutip AFP.
Fosil kura-kura kawin ini ditemukan di Messel Pit, Jerman, sebuah lokasi yang berada di antara Darmstadt dan Frankfurt. Wilayah ini dahulu kala adalah sebuah danau vulkanik purba yang memungkinkan jenis kura-kura hidup.
Menurut ilmuwan, fosil yang ditemukan berusia 47 juta tahun. Sementara, jenis kura-kura yang ditemukan adalah Allaeochelys crassesculpta. Kini, jenis itu sudah punah.
Mengurai penyebab kematian, pasangan kura-kura tersebut mati karena tenggelam, masuk ke lapisan air danau yang beracun. Kulit kura-kura tersebut menyerap substansi kimia beracun yang ada di danau vulkanik tempatnya hidup.
"Tak diragukan lagi bahwa danau ini membunuh banyak hewan yang lengah," ungkap Joyce yang merupakan ilmuwan dari University of Tuebingen.
Publikasi Joyce di jurnal Royal Society Journal Biology Letters mengungkap bahwa hewan tak biasa meninggal dalam aktivitas keseharian seperti makan dan kawin. Tapi, Joyce juga mengungkap bahwa kura-kura air tawar biasa tak berdaya dalam posisi kawin.
"Jika posisi menunggang terjadi di perairan terbuka, pasangan yang akan kawin kemungkinan besar akan tenggelam di kedalaman tertentu," demikian ungkap Joyce dan rekannya dalam publikasi.
Menurutnya, alasan inilah yang menjelaskan banyaknya pasangan kura-kura yang tenggelam di jebakan kematian yang sama.
[sumber:Arkeologi.sains.kompas.com]